Baebunta Selatan, MASAMBAPOS – Sejumlah petani di Desa Lembang-Lembang, Kecamatan Baebunta Selatan, Kabupaten Luwu Utara terpaksa gagal panen akibat banjir yang tak kunjung surut.
Banjir yang terjadi pasca jebolnya tanggul Sungai Rongkong pada 24 Maret 2024 lalu merendam sekitar 250 hektar lahan perkebunan kakao dan jagung yang menjadi komoditi utama di desa tersebut.
Akibat banjir, buah jadi rusak dan batang tanaman warga membusuk sehingga tak memiliki nilai jual lagi.
Salah seorang warga yang mengalami gagal panen, Desi (30) mengatakan, dirinya sangat terpukul dengan kondisi tersebut.
Pasalnya, kebutuhan sehari-harinya selama ini bergantung pada hasil pertanian yang dia kelola.
“Tapi kali ini jagung, kakao dan tanaman produktif lainnya semuanya terendam banjir. Kami harap pemerintah (segera) membantu menanggulangi tanggul yang jebol agar segera diperbaiki,” ungkapnya, Rabu (29/05/2024) lalu.
Demikian pula dengan Koding (40) yang tak lagi bisa menikmati hasil pertaniannya akibat banjir.
“Dulu berkebun tapi sekarang tidak bisa (lagi) menikmati hasil kebun karena air memenuhi semua (areal) tanaman perkebunan seperti jagung,” kata dia.
Koding bilang, saat ini penghasilannya sudah tidak ada dari hasil bertani.
“Kalau dulu dalam satu hektar bisa dihasilkan 15 karung atau 2 ton lebih dengan harga jagung perkilo Rp 8.000, tapi sekarang (sudah) tidak ada lagi,” beber Koding.
Koding bilang, warga yang gagal panen kini terpaksa beralih usaha dengan memasang pukat dan jala ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari .
“Kadang warga memasang pukat atau menjala ikan untuk dijual karena selama banjir banyak ikan seperti Nila dan Mujair yang lepas sehingga warga kerjakan itu untuk mencari penghasilan,” ujarnya.
Sementara itu Sekretaris Desa Lembang-Lembang Masriadi mengatakan, banjir yang terjadi di desanya akibat tanggul Sungai Rongkong yang jebol sejak 26 Maret 2024 lalu.
“Banjirnya sudah lama, sejak 26 Maret lalu. Sebagian besar masyarakat kami mengungsi ke luar desa, namun masih ada juga yang harus tinggal menunggui rumah meski tergenang air,” beber dia.
Menurut Masriadi, warga sudah beberapa kali meminta kepada pemerintah agar persoalan tanggul bisa segera dituntaskan, namun tak urung ada kejelasan hingga saat ini.
“Bahkan sudah pernah ada orang Balai yang datang meninjau. Tapi kata mereka, sulit untuk melakukan perbaikan jika genangan air masih tinggi. Mungkin terkait mobilitas alat berat ya,” gumannya.
Akibat banjir yang berbulan-bulan, tak terhitung kerugian ekonomi yang dialami oleh warga desa. Hingga kini, banjir masih terjadi dan semakin parah jika hujan lebat di daerah hulu. (*)