Press "Enter" to skip to content


Fabregas : Saya Sudah Memberikan Segalanya Untuk Arsenal


Fabregas :  Saya Sudah Memberikan Segalanya Untuk ArsenalSetelah delapan musim membela panji Arsenal, Fabregas akhirnya “pulang kampung” ke Spanyol dan memperkuat klub semasa kecilnya, Barcelona,sekaligus mengakhiri saga transfernya yang sudah berlangsung selama dua musim terakhir.

Tak pelak kepindahannya itu langsung membuat Fabregas dicap pengkhianat oleh sebagian suporter Arsenal. Fabregas dinilai hanya ingin mengincar materi dengan gaji besar yang ditawarkan Barca.

Menanggapi itu semua, Fabregas mengatakan jika ia sudah memberikan segalanya untuk Arsenal meskipun penampilan apiknya di atas lapangan hanya menghasilkan satu gelar, yakni Piala FA 2005. Merasa waktunya sudah di ‘Gudang Peluru’ sudah cukup, ia pun memutuskan hengkang.


BACA JUGA:  Sering Dibantu Cesc Fabregas, Alex Song Mulai Betah Di Barcelona

“Saya telah memberikan segalanya untuk Arsenal. Saya bermain saat sedang patah kaki. Saya bermain ketika kakek saya meninggal,” tutur Fabregas seperti dilansir ESPN Star.

“Dia meninggal pukul 7 pagi. Pelatih bilang ‘Pulanglah’ dan saya bilang ‘Tidak, saya ingin bermain’. Saya telah memberikan segalanya namun ketika Anda telah mencapai titik ketika Anda bilang: Saya tidak bisa memberikan apa-apa lagi,” lanjutnya.

BACA JUGA:  Ozil Berharap Munich Bisa Kalahkan Chelsea Di Final

Lebih lanjut Fabregas mengaku jika keputusannya kembali ke Barca sudah dipikirkannya matang-matang. Karena diakui pemilik nama lengkap Francesc Fabregas Soler itu, tekanan yang ia rasakan di Spanyol lebih berat daripada di Inggris.

Hingga akhir tahun ini, Fabregas sudah menyumbang sembilan gol dan enam assist dari 18 penampilan di seluruh kompetisi. Bahkan belum genap dua bulan bergabung, Fabregas sudah menyumbang trofi Piala Super Spanyol dan Super Eropa

BACA JUGA:  Conte Optimistis Tutup Musim Dengan Rekor Tak Terkalahkan

“Saya merasa itu seperti duri dalam daging. Saya berharap bisa memenangi sesuatu. Orang-orang bilang saya mengambil keputusan yang mudan. Saya pikir saya memilih yang tersulit,” jelasnya.

“Saya harus berusaha dua kali lipat untuk mendapatkan tempat. Ketika segalanya berjalan buruk, mereka langsun mengibarkan bendera putih di akhir laga. Anda pulang ke rumah dan tidak bisa keluar rumah.”