Istilah jilbab tidak ada di zaman para nabi yang dikenal ialah kain yang menjulur kebawah yang menutup semua anggota tubuh. Sekarang nama jilbab sudah terkenal dimana-mana sampai-sampai variasinya kian trendi berikut ragam aksesoris pelengkap, tak terkecuali soal gaya dan model jilbab. Tetapi, belakangan beberapa bentuk dan cara berjilbab itu menuai kontroversi, salah satunya ialah gaya berjilbab yang lebih dikenal dengan “hijab punuk unta (Camel Hump Hijab). Lantas, bolehkah memakai bentuk dan gaya berjilbab semacam ini?
Menurut kelompok yang pertama, jilbab semacam ini tidak diperbolehkan. Ini seperti ditegaskan oleh Syekh Ibn al-Utsaimin dan Albani. Pendapat ini juga menjadi ketetapan dari Komite Tetap Kajian dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Dasar pelarangan itu yakni hadis riwayat Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah RA.
Hadis itu menyebutkan ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah dilihat oleh Rasulullah SAW, yaitu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga atau mencium baunya sedikit pun.
Menurut Syekh Ibn al-Utsaimin, gundukan di atas kepala, baik berupa gulungan rambut atau bahan tambahan lainnya yang ditutupi dengan jilbab, termasuk larangan hadis di atas karena memiliki kesamaan seperti punuk unta.
Apalagi jika itu dilakukan atas tujuan berhias dan menarik perhatian. Bila hal itu atas dasar adanya keperluan tertentu yang menuntut gulungan di atas, maka diperbolehkan. Jika kesibukan itu usai, maka hendaknya dikembalikan seperti semula.
Menurut kelompok yang kedua, gaya berhijab secama ini diperbolehkan. Kubu ini menyanggah argumentasi hadis yang disampaikan oleh pihak pertama. Pengertian “punuk” unta sendiri di kalangan para pengkaji hadis era salaf sangat beragam, tidak mengarah pada bentuk berhijab yang dikenal belakangan ini.
Redaksi hadis secara tersurat menyatakan, inti dari persamaan mestinya bukan di atas kepala, tetapi di belakang. Ini karena kata asnamat yang merupakan bentuk jamak dari kata tunggal sanam ialah bagian punggung paling atas dari unta. Karena itu, para ulama pun tidak sepakat menyoal pengertian “seperti punuk unta” dalam hadis di atas.
Menurut Imam an-Nawawi, tafsiran yang paling terkenal ialah membuat kepala tampak besar dengan kerudung atau selendang dan membuat ikatan rambut di atas kepala.
Sedangkan Qadi Iyadh berpendapat, “punuk unta” itu gambarannya, perempuan membuat ikatan atau gulungan rambut di atas kepalanya, melebihi tinggi dari kepala itu sendiri sampai-sampai saking besarnya hingga miring ke samping.
Bagi al-Mazari, “punuk unta” tersebut merupakan bentuk kiasan dari sikap perempuan yang terlalu menggoda dan tidak menahan diri dari memperlihatkan aurat di hadapan lawan jenis.