Semenjak dari buaian sampai keliang lahat hati manusia itu selalu merindukan kelebihan terutama kelebihan dalam hal harta dan kekayaan. Kemudian disusul pula oleh kerakusan yang kan mengobarkan kemauan yang menyala-nyala, yang haus akan tambahan dan kelebihan. Hal yang demikian menurut penilaian Rasulullah merupakan bahaya yang mengancam atas naluri seseorang dan sekaligus juga agamanya. Sampai-sampai beliau memberikan perumpamaan seperti lepasnya anjing hutan yang lapar ditengah sekelompok bintang ternak yang sedang nyenyak tidur, yang mana anjing tadi dengan leluasa menggoyak daging mangsanya; yang mana itu semua masih lebih ringan jika dibandingkan dengan seseorang yang amat mencntai harta dan perangainya penuh dengan kerasukan yang berkobar didalam menumpuknya (harta).
Rasulullah selalu melindungi diri kepada Allah dari jiwa yang tidak pernah mengenal kepuasan.
Kebiasaann menimbun dan mengumpulkan harta kekayaan secara berlebihan merupakan sebuah perangkap dari serangkaian bahaya yang akan segera menyusul dan tidak terletakan datangnya sebagaimana halnya orang yang memotong urat nadinya sendiri. Kalau kita sudah enggan menyerah kepada kejahatan, maka kitapun harus menolak bujuk rayu harta dan selalu waspada terhadap buaiannya.
Rasulullah Saw bersabda: “Sekiranya ada bagi anak Adam dua lembah yang penuh harta, nisanya ia akan menghendaki adanya tambahan lembah harta lagi, hingga menjadi tiga lembah yang penuh harta. Dan tidak ada yang dapat memenuhi rongga anak Adam kecuali diisi dengan tanah (yakni saat kematian menjelang). Dan Allah senang tiasa menerima taubat bagi siapa yang mau bertaubat.”
Demikanlah watak manusia yang sengaja diingatkan oleh syariat ketika mencari harta. Hingga watak yang biasa-biasa (qana’ah) sajalah yang termasuk baik. Dan mencari harta dalam keadaan seperti itu (yakni dibatasi pada yang halal) itulah yang baik. Akan tetapi, jika kita melampaui batas kesucian jiwa dan meraih apa saja yang berada dihadapan kita tanpa sedikit pun rasa kesederhanaan dan kerelaan yang tersisa atas apa yang kita terima, maka kalau watak yang demikian sudah menempel pada diri kita, tidak ada lagi yang dapat memenuhi kepuasaan nafsu kita keculi kematian.
Walau demikian, sungguh masih terbentang dihadapan manusia-manusia seperti itu satu jalan yang secepatnya harus segera ditempuh, yaitu bertaubat. Semua itu untuk mengamankan hubungannya dengan harta. Sebagaimana dijelaskan pada penghujung dari sabda Nabi Saw “Dan adalah Allah maha menerima taubat kepada manusia yang mau bertaubat”
Apabila watak manusia sangat berlebih-lebihan dalam menyenangi harta, dan begitu luas upanyanya dalam ketamakan serta serta tidak putus-putusnya menginginkan bertambahnya harta dari hari ke hari, maka manusia yang demikian harus memiliki besi pengekang untuk dirinya sebagai penahan atas kerakusan yang selalu hendak menyeruak, agar keinginannya tercapai.
Akan tetapi, nun jauh disana ada juga segolongan manusia yang masih memiliki nilai-nilai kepahlawanan jiwa serta perangai dalam menjauhkan diri dari bujuk rayu harta, yang mana mereka golongan para zahid. Namun demikian, golongan semacam ini dapat dihitung dengn jari jumlah mereka. Dan cukup kiranya bagi mereka dengan berhenti pada batas-batas yang sudah ditentukan oleh Allah Swt pada segi harta dan kekayaan yang telah mereka dapatkan.
Batas pertama bagi mereka adalah mencukupkan harta dan kekayaan dari jalan yang ditetapkan dan dihalalkan oleh Allah Swt. Kalau seseorang sudah tidak lagi terbatasi dalam mencari kekayaan sebagaimana yang diperkenankan dan telah ditetapkan oleh syariat, atau sudah berani melampaui batas yang haram maka dibelakang orang itu sudah menantikan bencana yang akan menimpa dirinya.
Inilah sabda Rasulullah Saw yang mensyaritkan akan hal tersebut: “Mencari sesuatu yang halal (dalam rezeki) itu wajib hukumnya bagi setiap muslim.”
Halal adalah syariat atas harta yang dapat diterima dan patut dihormti. Setiap kekayaan yang datangnya bukan dari saluran yang dimaksud, maka harta itu menjadi bencana (musibah) bagi pemiliknya. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw:
“Demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggaman tangan-Nya, sungguh apabila seseorang hamba memasukan sesup yang haram kedalam lambungnya. Niscaya tidak akan diterima amal kebaikannya selama 40 hari. Dan bagi setiap hamba yang daging badannya tumbuh dari sumber yang haram, maka api neraka yang lebih patut baginya.”
Sesungguhnya harta yang haram itu tidak akan membawa kebaikan bagi yang memperolehnya, baik didunia maupun diakhirat.
Adalah suatu anggapan yang keliru bagi orang yang menyangka, bahwa amal kebaikan (seperti sedekah) yang ia lakukan (keluarkan) menjadikan penebus atas dosa-dosanya ketika mendapatkan harta yang diperoleh secara haram dan penghasilannya yang subhat. Dan kepada siapa saja yang beranggapan demikian, Rasulullah Saw mengarahkan dengan bersabda:
“Barang siapa yang memperoleh harta dari jalan dosa, kemudian ia gunakan untuk menyantuni keluarganya atau untuk bersedekah, atau diinfaqkan dijalan Allah, maka kelak semua hartanya itu akan dihimpun dan dicampakan kedalam neraka Jahannam.”
Rasulullah Saw sangat tegas mengingatkan kita atas rangsangan barang yang haram, dan juga memperingatkan kepada kita agar berhati-hati kepdanya, terutama dimasa kemorosotan akhlak, dimana tidak ada lagi penghalang yang mencegah manusia dari memperoleh kekayaan dengan cara yang haram. Sebagaimana diungkapkan dala sabda beliau sebagai berikut:
“Akan tiba suatu zaman pada manusia, dimana seseorang tidak lagi menghiraukan atas apa yang mereka peroleh, halal atau haram tidak menjadi soal.”
Disaat kebajikan diabaikan dan terpukul mundur oleh desakan keserakahan, maka siapa yang enggan kepada harta yang haram dianggap sebagai suatu ketololan dan kelemahan dimata orang-orang yang jahil. Dan mereka itu merupakan bilangan yang terbanyak pada saat dimaksud.
Dimasa yang demikian inilah terasa amat sulit bagi orang yang mempunyai kehormatan dan kemuliaan untuk menentukan posisinya. Dan Rasulullah Saw menyajikan perasaan simpatinya kepada mereka dengan sabda beliau sebagai berikut:
“Janganlah engkau mengagumi para pengumpul harta yang bukan dari jalan yang halal, atau yang berasal dari jalan yang tidak benar. Karena, jika ia bersedekah dengan hartanya itu, maka sekali-kali tidak akan diterima oleh Allah, dan sisa dari hartanya itu menjadi bekal baginya menuju api neraka.”
Rasulullah Saw selalu mengingatkan semua kegiatan dan pekerjaan kita didunia ini dengan pembalan yang akan diterima diakhirat. Oleh karenanya beliau tidak lepas dari memperingatkan kita terhadap pertanggungan jawab atas kekayaan kita, harta yang kita miliki disisi Allah Swt pada hari kiamat kelak.