Ya Allah hanya Engkaulah yang mengajarkan kepada kami apa-apa yang kami tidak ketahui. Engkau adalah Maha Tahu, Maha Bijaksana. Allah, mengajarkan kita apa yang baik bagi kita dan yang bermanfaat bagi kita dan memberikan pengetahuan kepada kami. Memberikan kami hal-hal yang benar dan membantu kami untuk melakukannya, dan menunjukkan kepada kami hal-hal buruk sebagai hal yang buruk dan membantu kita untuk menjauhkan diri dari mereka.
Ya Allah Tuhan kami, memimpin kita keluar dari kedalaman kegelapan dan ilusi, sampai lampu pengetahuan dan pengetahuan, dan dari dangkal berlumpur nafsu kepada langit dari Sekitar kami.
Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara, yang apabila ketiganya terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya iman. (Yaitu menjadikan) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya. Dan mencintai seseorang, tidak mencintainya melainkan hanya karena Allah SWT. Serta ia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah selamatkan ia daripadanya, sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka.”iman (HR. Bukhari Muslim)
Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits singkat ini, diantara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hadits yang sederhana ini berisi tentang hal-hal yang sangat fundamental dalam implementasi keimanan kepada Allah SWT; yaitu pertama pentingnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Kedua keharusan mencintai orang lain di dasari dengan kecintaan yang tulus kepada Allah SWT (haqiqatul mahabbah). Serta ketiga tentang keengganan untuk kembali kepada kekafiran, setelah Allah berikan hidayah keimanan.
2. Makna Halawatul Iman (manisnya iman) adalah merasakan kenikmatan dan keindahan dalam beribadah, dengan menghayati bahwa segala “beban” dalam beribadah kepada Allah SWT pada hakekatnya adalah ringan, bahkan indah. Hal ini tercermin sebagaimana yang dirasakan Rasulullah SAW dalam menjalankan shalat malam. Aisyah ra mengatakan bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat malam, hingga kedua kaki beliau bengkak-bengkak’. Ketika ditanyakan, Rasulullah SAW menjawab, ‘tidakkah pantas aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?’ (HR. Bukhari).
Rasulullah merasakan keindahan dan kenikmatan dalam beribadah kepada Allah SWT. Oleh karenanya “bengkaknya” kaki, tidak beliau hiraukan. Bengkaknya kaki tidaklah sebanding dengan kenikmatan “berduaan” dengan Allah SWT. Kenikmatan berduaan dengan Allah, jauh melebihi apapun yang ada di dunia ini. Namun untuk dapat merasakan hal tersebut, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi.
3. Syarat pertama untuk mendapatkan manisnya iman adalah dengan mencintai Allah SWT dan Rasulullah SAW di atas segala-galanya, yaitu mendahulukan kepentingan Allah dan Rasul-Nya dibandingkan dengan kepentingan apapun yang bersifat duniawi. Seperti lebih ridha dengan rizki yang halal meskipun sedikit, dibandingkan dengan rizki yang banyak namun mengandung unsur syubhat. Karena rizki yang halal adalah implementasi dari mahabatullah, sedangkan rizki yang tidak halal adalah bentuk dari hubbud dunya (cinta dunia)
4. Syarat kedua adalah mencintai seseorang karena Allah SWT. Yaitu bahwa ketika mencintai seseorang, cintanya adalah semata-mata karena Allah SWT, bukan karena hal-hal atau motivasi lainnya. Sehingga dengan konsep seperti ini, ia tidak akan mencintai orang-orang yang tidak dicintai Allah atau bahkan dibenci oleh Allah SWT. Dalam salah satu ayat, Allah SWT berfirman
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah : 22).
5. Syarat ketiga adalah tidak mau kembali kepada kekafiran. Artinya, setelah Allah SWT berikan pancaran cahaya hidayah ke dalam hatinya, serta hidup dibawah naungan keridhaan Allah SWT. Ia tidak mau lagi untuk kembali kepada kehidupannya yang silam yang penuh dengan kegelapan dan kenistaan. Tidak maunya ia kembali kepada kehidupannya yang silam adalah karena ia takut untuk kembali kepada api neraka. Karena hidup dengan kenistaan, pada hakekatnya adalah hidup di dalam
neraka jahanam.