Press "Enter" to skip to content


Tipu Daya Orang Kafir Seperti Tipu Daya Setan


Tipu Daya Orang Kafir Seperti Tipu Daya SetanSudah menjadi ketentuan yang tidak lagi bisa disembunyikan bahwa orang-orang kafir sampai kapan pun tidak akan pernah berhenti untuk memusuhi orang-orang muslim sehingga untuk memperluas jaringan kekafirannya. Orang-orang kafir akan menggunakan berbagai macam cara sehingga kita umat islam sangat mudah untuk mengikuti mereka (orang-orang kafir).

“Janganlah sekali-kali kamu teperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya. Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti.”

Pada ayat-ayat tedahulu telah diterangkan tentang Ulil Albab yang memilliki pemahaman yang mendalam tentang Allah sebagai pencipta alam semesta, tentang manusia sebagai ciptaan Allah, tentang kehidupan dunia sebagai ujian dan tentang akhirat sebagai tujuan. Pemahaman mereka yang mendalam tersebut dapat dilihat dan diketahui dari do’a-do’a yang mereka panjatkan kepada Allah; tidak hanya sekedar pemahaman tetapi juga diringi dengan keyakinan dan kekhusyu’an; itulah yang membuat do’a-do’a mereka diperkenankan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Selanjutnya diterangkan pula bahwa apabila yang terpuji adalah golongan Ulil Albab maka jangan sampai teperdaya oleh golongan kafir yang diberi kesenangan sementara di dunia ini, Allah berfirman: “Janganlah sekali-kali kamu teperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam sebagai ujian dan tentang akhirat sebagai tujuan. Pemahaman mereka yang mendalam tersebut dapat dilihat dan diketahui dari do’a-do’a yang mereka panjatkan kepada Allah; tidak hanya sekedar pemahaman tetapi juga diringi dengan keyakinan dan kekhusyu’an; itulah yang membuat do’a-do’a mereka diperkenankan oleh Allah Subhanahu Wata’ala.


Selanjutnya diterangkan pula bahwa apabila yang terpuji adalah golongan Ulil Albab maka jangan sampai teperdaya oleh golongan kafir yang diberi kesenangan sementara di dunia ini, Allah berfirman: “Janganlah sekali-kali kamu teperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri”.(196) Ayat ini menjelaskan tentang larangan Allah kepada Rasulullah dan juga orang-orang beriman; yaitu jangan sampai teperdaya oleh orang-orang kafir yang memiliki kekuasaan dan kekayaan! Apakah makna dan tujuan larangan tersebut, bukankah Rasulullah adalah diantara hamba-hamba yang tidak akan mungkin teperdaya oleh orang-orang kafir ? Memang benar bahwa Rasulullah tidak akan teperdaya, tetapi boleh jadi umat beliau ada yang akan teperdaya, maka yang dilarang terlebih dahulu adalah beliau yang merupakan pemimpin bagi umat.

BACA JUGA:  Mereka Tidak Sama

Larangan tidak hanya bertujuan untuk menghalang tetapi juga untuk menjelaskan buruknya perbuatan yang dilarang tersebut. Dengan larangan yang disampaikan oleh Allah secara langsung kepada Rasulullah maka larangan tersebut mestilah dijadikan petunjuk yang mesti diperhatikan, apalagi didalam ayat ini penekanan larangan dikuatkan dengan penggunaan “nun taukid” pada perkataan “yaghurrannaka” sehingga maknanya jangan sampai sekali-kali melakukan perkara yang dilarang tersebut.

Perkataa “taqollubu” yang bermakna kebebasan bergerak yang dimiliki oleh orang-orang kafir adalah sebagai menjelaskan bahwa mereka memiliki kuasa sehingga tidak ada yang berani membatasi gerak mereka; boleh jadi kuasa tersebut berupa jabatan, pangkat, kedudukan, kekayaan, pengaruh dan lain sebagainya. Kemudian ditambahkan pula dengan perkataan “di dalam negeri” sebagai menjelaskan bahwa mereka memiliki kuasa di negeri yang mereka tempati; karena semakin hebat kekuasaan seseorang maka semakin luas negeri yang ia kuasai; orang yang memiliki kebebasan bergerak di suatu negeri pasti mendapatkan keistemewaan (fasilitas-fasilitas) yang tidak didapatkan oleh orang-orang biasa; namun demikian perkara tersebut tidak boleh dijadikan alasan sehingga berpaling dari mencontoh dan mengikuti Ulil Albab.

BACA JUGA:  Melihat Allah di Surga Menurut As-Sunnah

Ayat berikutnya menerangkan bahwa yang terima oleh orang-orang kafir itu hanyalah kesenangan yang sementara, sampai masanya akan berakhir, paling lama adalah sampai akhir hayatnya. Apabila seseorang itu mati maka berakhirlah seluruh kesenangan di dunia, dan selanjutnya menjalani balasan di alam barzah dan akhirat yang tidak ada penghujungnya, Allah berfirman : “Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya”.

Didalam ayat ini disebutkan bahwa kesenangan dunia itu “qoliil” yang sebenarnya dari sisi bahasa bermakna sedikit; dikatakan sebagai sedikit karena kesenangan dunia itu akan hilang dan lenyap; setiap yang hilang dan lenyap adalah sedikit. Berbeda dengan kesenangan akhirat; ia tidak akan pernah berkurang apalagi hilang; dan setiap yang tidak akan berkurang berarti banyak, maka orang-orang beriman jangan sampai teperdaya oleh yang sedikit sehingga meninggalkan yang banyak yang akan diperoleh. Apalagi dipenghujung ayat disebutkan bahwa tempat tinggal orang-orang kafir di akhirat kelak adalah neraka Jahannam yang merupakan seburuk-buruknya tempat kediaman.

Ayat berikutnya pula menerangkan bahwa orang-orang beriman sepatutnya menjadikan apa-apa yang diterima oleh penghuni-penghuni syurga di akhirat sebagai penghibur mereka sehingga tidak teperdaya oleh apa-apa yang dimiliki oleh orang-orang kafir di dunia ini; mereka memang senang saat ini tetapi hanya untuk sementara, kita akan senang nanti dan untuk selamalamanya, Allah berfirman: “Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. dan apa yang di sisi Allah adalah lebih  baik bagi orang-orang yang berbakti”.

Diawal ayat digunakan perkataan “laakin” yang bermakna ‘tetapi’ sebagai menjelaskan bahwa apa yang disebutkan sesudahnya bertentangan (berlawanan) dengan apa yang disebutkan sebelumnya. Maksudnya, jangan teperdaya oleh kebebasan bergerak yang dimiliki oleh orang- orang kafir di dalam negeri karena pada akhirnya tempat mereka di dalam neraka Jahannam, tetapi jadilah orang-orang yang bertakwa karena pada akhirnya tempat mereka itu di dalam syurga-syurga yang menyenangkan. Orang yang pintar dan bijaksana tidak akan menetapkan pilihan berdasarkan apa yang sedang dijalani dan bersifat sebagai ujian, tetapi apa yang akan didapatkan dan bersifat sebagai balasan; apalagi apabila ujian tersebut hanya sementara sedangkan balasan bersifat kekal dan abadi.

BACA JUGA:  Pesan Khalifah Al-Ma’mun Kepada Sahabatnya

Didalam ayat ini disebutkan bahwa syurga-syurga yang menyenangkan di akhirat kelak akan diberikan untuk orang-orang yang bertakwa; yaitu orang-orang yang memelihara diri dengan melakukan keta’atan sehingga dijauhkan dari murka dan siksa Allah. Mereka tidak akan teperdaya dengan kesenangan dunia yang dimiliki oleh orang-orang kafir; mereka berhasil menghalang kehendak hawa nafsu yang akan membuat mereka melakukan kemaksiatan seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Memang berat dalam menghalang kehendak hawa nafsu, tetapi dengan senantiasa melihat apa yang akan didapatkan di akhirat maka akhirnya dunia menjadi mudah untuk ditinggalkan.

Dipenghujung ayat disebutkan bahwa syurga-syurga yang akan ditempati oleh hambahamba yang bertakwa adalah sebagai anugerah dari sisi Allah; berarti ia adalah tempat yang terbaik yang tidak bisa dibandingkan dengan dunia, dan bagi orang-orang yang berbuat baik (AlAbrar) meyakini bahwa yang disisi Allah itu adalah lebih baik daripada apa yang ada disisi manusia di dunia ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Tidaklah permisalan dunia dengan akhirat melainkan seperti ketika seorang dari kalian memasukkan jarinya ke dalam lautan, maka lihatlah berapa teteskah yang masih tersisa (di jari tangan).”

(H. R. Ibnu Majah)
Semoga kita mendapatkan pengajaran yang bermanfa’at dari ayat yang mulia ini!
Wallahu A’lam