Keimanan terhadap realitas (hakikat) Tuhan merupakan prinsip yang sama-sama dianut semua agama samawi. Didalamnya terdapat perbedaan yang signifikan antara seseorang agamis (tidak masalah apa agama yang dianutnya) dan seorang materialis.
Al-Qur’an menegaskan bahwa realitas Tuhan merupakan fakta semua bukti membutuhkan dalil keraguan dan ketidaktahuan ikhwal masalah ini, sebagaimana lazimnya, tidak semestinya masuk kedalam prinsip aksiomatis atau yang sudah jelas keberadaannya ini. Sebagaimana Al-Qur’an memfirmankan:
…..ۡ أَفِي ٱللَّهِ شَكّٞ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ….. ١٠
“…..Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?….( QS. Ibrahim: 10)
Kendati terdapat bukti yang menakjubkan dari realitas Tuhan ini, al-Qur’an juga membuaka banyak jalan untuk menghilangkan keraguan yang mungkin membesit dalam benak orang-orang yang berusaha merangkuh keimanan pada Tuhan melalui refleksi dan argumen rasional. Pertama-tama pada seseorang pada umumnya memiliki pemahaman tertentu yang berhubungan dengan, dan tergantung pada entitas yang melampaui ranah yang terungkap melalui kesadaran khususnya sendiri; pengertian ini ibarat gaung yang menyerunya dari dari karakter dari karakter manusiawiprimordial yang merujuk kemasa sebelumnya. Seruan inilah yang menentukan manusia menuju sumber dan asal usul penciptaan. Al-Qur’an menyatakan:
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)
Al-Qur’an juga menyatakan:
فَإِذَا رَكِبُواْ فِي ٱلۡفُلۡكِ دَعَوُاْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ فَلَمَّا نَجَّىٰهُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ إِذَا هُمۡ يُشۡرِكُونَ ٦٥
“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan Allah.” (Al-Ankabut: 65)
Manusia terus-menerus diajak untuk mencermati alam fitrah dan merenungkan keajaiban-keajaibannya, yang semuanya jelas-jelas menujukan eksistensi Allah. Tanda-tanda yang menakjubkan ini mengindikasikan pada perinsipnya membuktikan eksistensi zat yang memiliki pegetahuan transeden dan kekuasaan tertinggi, yang membangun dan menentukan segala hal dalam harmoni dan kesempurnaan diranah eksistensi.
إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ١٩٠
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” ( Al-Imran: 190)
Terdapat sejumlah ayat lain yang menyinggung masalah ini, namun kami akan membatasinya hanya pada ayat yang satu ini, karena semuanya merupakan reperensi dari desakan al-Qur’an unutk merenungkan penciptaan. Jelas, modus mencerap pengetahuan tidak terbatas pada apa yang secara ringkas telah kami singgung masih banyak modus untuk membuktikan eksistensi Tuhan dan semua itu dapat ditelaah secara mendetail dalam risalah teologi.