Press "Enter" to skip to content


Memaknai dan Introspeksi Diri di Tahun Hijriah


Memaknai dan Introspeksi Diri di Tahun HijriahTahun baru sering kali kita rayakan dengan sangat meriah apalagi pada saat pergantiaan tahun baru masehi di mana-mana bahkan di berbagai negara pun kita melihat acara pergantian tahun baru dirayakan sangat meriah dan dihiasi dengan indahnya butiran-butiran letusan petasan dan malam itu juga berbagai macam kemaksiatan banyak dilakukan. Apakah perayaan demikian yang sepantasanya kita lakukan sebagai umat islam?

Permasalahan yang kita pikirkan adalah bahwa bukan saja orang-orang non muslim yang merayakan pergantian tahun baru masehi tetapi kebayakan yang kita lihat adalah orang islam itu sendiri. Tetapi pernahkah anda melihat perayaan begitu meriah jika pergantian malam tahun baru hijriah? tentunya tidak pernah itu semua disebabkan karena tingkat keimanan kita umat islam sudah terkikis sedikit demi sedikit oleh perbuatan orang-orang yang benci terhadap islam.

Tahun baru hijriah sangat diharapkan agar kita membuaka lebaran baru dalam kehidupan kita dan memulai dari awal unutk menjadi manusia yang lebih baik. Didalam tahun baru hijriah selayaknya, kita sebagai muslim yang taat, mengintrospeksi diri dengan semua apa-apa yang telah kita perbuat. Dan memilih semua bentuk amalan yang baik untuk tetap kita pertahankan dan kita tingkatkan porsi amalan yang baik untuk kita kerjakan. Dan meninggalakan semua perbuatan yang tidak bermanfaat, baik untuk diri kita ataupun orang sekitar kita.


Muharram adalah bulan pertama tahun penanggalan Islam, Hijriyah. Ditetapkan pertama kali oleh Khalifah Umar ibnu al-Khattab atas saran dari menantu suci Rasulullah SAW, yakni Imam Ali bin Abi Thalib karamalLahu wajhahu.

Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, pernah beliau mengutarakan gagasannya mengenai perlunya menetapkan kalender Isalam yang akan dipakai sebagai penenggalan dalam urusan administrasi masa kekhalifahannya. Dan sebagai kebutuhan kaum muslimin, pada masa itu penanggalan yang dipakai kaum Muslimin berbeda-beda, ada yang memakai tahun gajah, dimana pada tahun itu terjadi penyerangan dari balatentara Abrahah dari negeri Yanan untuk menyerang Ka’bah, yang kemudian niatnya digagalkan Allah Yang Maha Esa. Dan di tahun itu pula lahirnya nabi Muhammad saw dan ada pula yang pemakaian tanggal didasarkan kepada hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah.

BACA JUGA:  Keesaan Sifat Allah

Nah, dalam kalender Hijriah terdapat empat bulan haram, yakni Dzulqaidah, Dzulhijah, Muharam, dan Rajab. Disebut haram karena keempat bulan itu sangat dihormati, dan umat Islam dilarang berperang di dalamnya.

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.( QS. Al-Taubah: 36)

Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram. Maksudnya janganlah kamu Menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan Mengadakan peperangan.

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah: 217)

Jika kita ikuti Pendapat Ar Razy, Maka terjemah ayat di atas sebagai berikut: Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, dan (adalah berarti) menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah dan (menghalangi manusia dari) Masjidilharam. tetapi mengusir penduduknya dari Masjidilharam (Mekah) lebih besar lagi (dosanya) di sisi Allah.” Pendapat Ar Razy ini mungkin berdasarkan pertimbangan, bahwa mengusir Nabi dan sahabat-sahabatnya dari Masjidilharam sama dengan menumpas agama Islam. Fitnah di sini berarti penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas Islam dan muslimin.

BACA JUGA:  Larangan Berdoa Meminta Kekayaan

Muharam yang berarti diharamkan atau yang sangat dihormati, memang merupakan bulan gencatan senjata atau bulan perdamaian. Hal ini menunjukkan bahwa umat Islam di manapun harus selalu bersikap damai, tidak boleh mengobarkan api peperangan jika tidak diperangi terlebih dahulu. Berbeda dengan bulan Ramadhan umat muslim diperbolehkan untuk berperang, Contohnya adalah Perang Badar, salah satu perang termasyhur di jaman Rasulullāh saw justru terjadi pada tanggal 17 Ramadhan.

Umat Islam menghormati dan memaknai Muharam dengan spirit penuh perdamaian dan kerukunan. Sebab, Nabi Muhammad SAW pada khutbah haji wada-yang juga di bulan haram, mewanti-wanti umatnya agar tidak saling bermusuhan, bertindak kekerasan, atau berperang satu sama lain.
Esensi dari spirit Muharam adalah pengendalian diri demi terciptanya kedamaian dan ketenteraman hidup, baik secara fisik, sosial, maupun spiritual. Karena itu, di bulan Muharam Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk berpuasa sunah: Asyura (puasa pada hari kesepuluh di bulan ini).

BACA JUGA:  Derajat-derajat Tauhid

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam. Dan, shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim).

Ibnu Abbas berkata, “Aku tak melihat Rasulullah SAW mengintensifkan puasanya selain Ramadhan, kecuali puasa Asyura.” (HR Bukhari). Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Abi Qatadah, Nabi SAW bersabda, “Puasa Asyura itu dapat menghapus dosa tahun sebelumnya.” (HR Muslim).

Melalui puasa sunah itulah, umat Islam dilatih dan dibiasakan untuk dapat menahan diri agar tidak mudah dijajah oleh hawa nafsu, termasuk nafsu dendam dan amarah, sehingga perdamaian dan ketenteraman hidup dapat diwujudkan dalam pluralitas berbangsa dan bernegara.

Puasa sunah di bulan Muharam agaknya juga harus menjadi momentum islah bagi semua pihak. Agar perdamaian dan ketentramaan terwujud, Muharam juga harus dimaknai sebagai bulan antimaksiat, yakni dengan menjauhi larangan-larangan Allah SWT, seperti fitnah, pornoaksi, pornografi, judi, korupsi, teror, dan narkoba. Dan itu dilakukan seterusnya bukan berhenti di Muharram,.

Muharram juga penting dijadikan sebagai bulan keselamatan bersama dengan menghindarkan diri dari kemungkinan terjadinya kecelakaan yang dapat menyengsarakan manusia, baik di darat, laut, maupun di udara.

Muharram juga menjadi sebagai ujian. Beberapa kalangan menjadikannya keramat dan mempercayai tahayul kesialan di bulan tersebut. Sehingga orang-orang enggan untuk bepergian, melakukan hal-hal menentukan sampai-sampai melarang mengadakan pernikahan.  Padahal Allah sudah ciptakan bulan-bulan yang sangat mulia. Semoga ketika terhindar dari kesyirikan dan semakin bersemangat berjuang “memperbaiki” diri agar dapat memberikan andil kejayaan Islam