Press "Enter" to skip to content


Hukum Menghadiri Pernikahan yang Didalamnya ada Keharaman


Hukum Menghadiri Pernikahan yang Didalamnya ada KeharamanMelansungkan hubungan pernikahan adalah salah satu amaliyah yang sangat dianjurkan dalam agama islam banyak sekali hadits- hadits Nabi yang menyebutkan akan hal ini. Bahkan sebagian ulama dari kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah bukan  lagi menganggap walimah pernikahan sebagai sesuatu yang dianjurkan atau sunnah, mereka berpendapat hukumnya adalah wajib.

Walaupun banyak pendapat dari kalangan ulama kita akan tetapi lebih rincinya kita lihat urain yang sang khalifah berikan dibawah ini:

hukum memenuhi undangan Walimatul ‘Ursy


Ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiri undangan walimah pernikahan, perbedaan itu terbagi menjadi tiga pendapat.

Pendapat pertama, mayoritas ulama fiqih, yakni dari kalangan mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah menyatakan bahwa memenuhi undangan pernikahan hukumnya wajib. Hal ini dikarenakan adanya hadits-hadits Nabi yang memang secara dzahir menunjukkan wajibnya memenuhi undangan khususnya pernikahan.

Dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah Saw  telah bersabda : “Barangsiapa tidak menghadiri undangan, sesungguhnya iatelah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.” (HR Bukhari).

Dari Ibnu Umar Ra, Rasulullah bersabda : “Apabila salah seorang diantara kamu diundang walimah pengantin, hendaklah mendatanginya.” (Muttafaq alaih)

Pendapat kedua, yakni menurut kalangan ulama Hanafiyah, juga Syafi’iyah dan Hanabilah menurut satu riwayat bahwa memenuhi undangan walimatul ‘Ursy sunnah tidak sampai wajib. Kalangan ini menjelaskan bahwa hadits-hadits diatas secara hakiki bermakna anjuran yang kuat  bukan pewajiban.

BACA JUGA:  Boleh Tidaknya Azan Dua Kali di Hari Jumat

Pendapat ketiga, Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa menghadiri undangan walimah pernikahan hukumnya fardhu kifayah. Yakni apabila sudah ada sebagian yang telah menghadiri undangan, maka gugur kewajiban bagi yang lain. Pendapat terakhir ini dipegang oleh sebagian Syafi’iyah dan Hanabilah.

Ulama yang mewajibkan undangan walimah pernikahan menetapkan bahwa kewajiban itu ada beberapa syarat, dan apabila syarat itu tidak terpenuhi, maka kewajiban menghadiri undangan menjadi gugur.

Diantara syaratnya adalah, tidak diselenggarakan perbuatan munkar di tempat walimah tersebut. Seperti dihidangkannya khamer, makanan haram, joget-jogetan dan perbuatan maksiat semisalnya. Maka bila terjadi hal ini, para ulama sepakat bahwa kewajiban atau anjuran menghadiri undangan tersebut gugur.

Kewajiban atau anjuran menghadiri undangan tersebut telah gugur karena adanya kemunkaran, apakah tetap boleh datang ?

BACA JUGA:  Fatwa Sepuar Perempuan Melakukan Sunat, Bolehkah?

Tentang hal ini para ulama berbeda pendapat. Menurut mayoritas ulama hukumnya adalah haram, kecuali jika seseorang yang hadir tersebut berkeyakinan mampu merubah kemungkaran yang terjadi. Jika demikian, maka ia wajib menghadiri walimah tersebut dalam rangka amar ma’ruf nahyi mungkar sesuai dengan ketentuan dan tata caranya yang benar, bukan dengan cara anarkis atau justru menciptakan kemunkaran baru. Rasulullah shalallahu’alaihi wasallambersabda: “Barangsuiapa diantara kalian melihat kemungkaran maka hilangkanlah dengan kekuasaannya, bila tidak mampu maka dengan ucapannya, bila ia tidak mampu maka dengan hatinya.’’ (HR. Muslim)

Dalil keharamannya adalah, sebuah hadits dari Jabir, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka janganlah dia duduk ditempat hidangan yang disediakan khamar.” (HR. Tirmidzi)

Sehingga menurut mayoritas ulama,  mereka yang telah mengetahui terlebih dahulu bahwa undangan pernihakan ini nanti ada kemaksiatan haram untuk menghadirinya. Sedangkan yang mengetahui adanya kemunkaran setelah acara berlangsung, wajib merubah kemunkaran tersebut dengan kemampuannya. Dan kemampuan minimal adalah membenci dalam hatinya serta meninggalkan tempat tersebut.

BACA JUGA:  Boleh Tidaknya Memakai Atribut Natal Bagi Muslim

Sedangkan sebagian ulama ada yang masih memberikan keringanan dengan membolehkan menghadiri acara yang ada kemunkaran. Dengan catatan bahwa kemunkaran tersebut tidak terlalu besar, semisal adanya musik yang haram dimainkan, dihidangkan makanan haram namun terpisah khusus untuk orang non muslim dan lain-lain.

Menurut ulama yang membolehkan, seseorang tetap bisa hadir diundangan tersebut bila dikhawatirkan ketidakhadirannya menimbulkan fitnah dan rusaknya hubungan. Dia menghadiri dengan cara tidak melihat kemunkaran dan mengingkari dalam hatinya. Ini dikiaskan ketika seseorang memiliki tetangga yang berbuat munkar dengan memutar musik yang diharamkan, ia tidak serta merta diwajibkan menghentikan kemunkaran tersebut, dengan sebab suara musik yang sampai kerumahnya.

Diriwayatkan bahwa Imam Hasan al Bashri rahimahullah mengajak Muhammad bin Ka’ab dalam sebuah undangan walimah. Lalu mereka berdua mendengar musik yang munkar dalam acara tersebut. Maka Muhammad bin Ka’ab berdiri hendak meninggalkan majelis. Maka imam Hasan mencegahnya seraya berkata, “Duduklah ! Jangan kemaksiatan yang mereka perbuat menghalangi keta’atanmu/ibadahmu.” (yang dimaksud ketaatan/ibadah adalah menghadiri undangan walimah).

Demikian pembahasan tentang masalah ini. Semoga bermanfaat. Wallahua’lam.