Press "Enter" to skip to content


Ibadah Penuh Berkah di Bulan Dzulhijjah


Ibadah Penuh Berkah di Bulan DzulhijjahApakah Anda merasa Anda bisa berbuat lebih banyak dalam setipa bulan? Apakah Anda kecewa dengan kinerja Anda selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan merasakan kerinduan yang luar biasa bagi spiritualitas keislaman anda?

Bila anda merasa kurang banyak melakukan aktifitas keislaman cobalah anda merenungi kehidupan anda untuk apa anda dilahirkan, untuk apa anda hidup dan kemana anda setelah meninggalkan dunia fana ini? Sehingga kita bisa mengisi ulang baterai spiritual kita dan menjaga hati kita tetap hidup dalam dekapan Allah Swt.

Orang yang cerdas adalah orang yang mengambil keuntungan penuh dari setiap menit dan setiap detik, dan ini tidak begitu sulit. Ada banyak cara untuk mencapai kebaikan, dan dengan sedikit usaha Anda bisa mendapatkan banyak hadiah amalan dari Allah Swt.


Semua orang islam sudah tahu bahwa Bulan Dzulhijjah, adalah bulan yang sangat agung dan dihormati, termasuk dalam bulan-bulan Haram yang Allah sebutkan dalam al Quran yang artinya, ““Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu  Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram” (at Taubah:36).

Sebagaimana pula yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa bulan Dzulhijjah ini termasuk bulan haram, ““Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR Bukhari  dan Muslim).

Di bulan ini terdapat berbagai macam amalan-amalan besar, dengan pahala yang sangat besar pula, bahkan salah satu rukun Islam pun hanya bisa diamalkan di bulan ini, menunaikan ibadah Haji.

Menunaikan Ibadah Haji

Ibadah Haji adalah salah satu rukun Islam yang hanya bisa dilaksanakan di bulan Dzulhijjah ini. Rasulullah bersabda yang artinya, “Islam dibangun atas 5 perkara” di antaranya “berhaji ke baitullah” (HR Bukhari dan Muslim).

BACA JUGA:  Merombak Kutamaan Kewajiban Shalat

Ibadah haji menunjukkan pengorbanan seorang hamba, dengan fisiknya, hartanya, waktunya. Maka tujuan terbesar ibadah haji bukanlah plesir dan wisata, akan tetapi untuk beribadah kepada Allah dan mengharapkan ampunanNya. Sehingga sekembalinya seorang sepulang menunaikan ibadah haji, kondisinya menjadi lebih baik dari sebelum berhaji, lebih merasakan nikmatnya beribadah, lebih dermawan, lebih mantap dalam akidahnya dan bertambah kebaikan-kebaikan lainnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tak ada pahala yang pantas untuk haji mabrur selain surga” (HR Bukhari Muslim).

Puasa Arafah

Bagi umat Islam yang menunaikan ibadah haji, hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah menjadi puncak rangkaian pelaksanaan ibadah haji. Berbalut kain ihram, mereka berkumpul di padang Arafah, memuji kebesaran Allah dan memohon ampunanNya, tidak pandang bulu, tua, muda, kaya , miskin, pejabat tinggi ataupun rakyat biasa semuanya sama. Inilah gambaran suasana di padang Mahsyar ketika manusia pada hari kiamat dibangkitkan dari alam kuburnya untuk mempertanggung jawabkan amalannya masing-masing, sungguh suasana yang termat syahdu.

Bagi umat Islam yang tidak menunaikan ibadah haji, disunnahkan untuk berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah tersebut, dan dikenal dengan nama Puasa Arafah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Puasa satu hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya”(HR Muslim). Perlu juga kita perhatikan, menurut penjelasan para ulama, terhapusnya dosa pada hadits ini adalah dosa-dosa kecil.

Banyak Berdzikir

Allah berfirman yang artinya, “…supaya mereka berzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (QS. Al-Hajj: 28).

Allah juga berfirman yang artinya, ““….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (QS. Al-Baqarah: 203). Ibnu Abbas berkata “Yang dimaksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1-10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ”beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah” (HR Bukhari).

Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya,  “Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad dan Sanadnya dishahihkan Syekh Ahmad Syakir).

Demikianlah, amalan yang ringan, mudah dan murah dilakukan. Maka sangat keterlaluan kalau amalan seperti ini luput dari lisan kita di bulan Dzulhijjah. Membicarakan urusan dunia atau bahkan membicarakan orang lain, kita semangat, bahkan bisa sampai berjam-jam, maka untuk urusan dzikir seharusnya kita bisa dengan mudah melakukannya.

BACA JUGA:  Merasakan Manisnya Keimanan

Berhari Raya

Pada tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia merayakan hari raya Idul Adha. Hari raya adalah hari ketika umat Islam bersenang-senang, dan bahkan bersenang-senang pada hari itu adalah sebuah ibadah yang berpahala di sisi Allah (tentunya bukan bersenang-senang dengan melakukan hal yang haram dan maksiat), betapa indahnya Islam.

Di antara yang menunjukkan indahnya Islam, adalah adanya sholat yang khusus dilaksanakan di pagi hari raya, sholad Idul Adha. Agar umat Islam benar-benar menyadari bahwa segala kenikmatan dan kesenangan yang mereka rasakan adalah karunia Allah, dan kewajiban mereka adalah senantiasa bersyukur dan memuji kebesaran Allah.

Hal yang penting untuk diperhatikan pula dalam pelaksanaan shalat Idul Adha, bahwa tidak ada shalat sebelum (qabliyyah) maupun sesudah (ba’diyyah) shalat Idul Adha. Ibnu Abbas mengatakan, ““Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, lalu beliau mengerjakan shalat ‘ied dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah ‘ied“ (HR Bukhari Muslim)

Berqurban

Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (al Kautsar: 2).

Kalau kita perhatikan pada setiap hari raya Islam (Idul Fitri dan Idul Adha) selalu ada perintah untuk beribadah dengan harta, Zakat Fitrah di hari raya Idul Fitri berupa makanan pokok dan daging sembelihan di hari raya Idul Adha.

Menjadi sebuah pelajaran bagi kita untuk senantiasa berbagi kesenangan kepada sesama, subhaanallah, betapa indahnya Islam. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghardik orang yang mampu berqurban tetapi tidak berqurban, “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]. Kalau setiap bulan kita sanggup mengeluarkan untuk pulsa telepon, internet dan lain-lain, maka apakah kita akan bersikap cuek dan pelit untuk sebuah ibadah?!

BACA JUGA:  Melakukan Shalat Kesempurnaan

Peringatan

Pembaca yang dirahmati Allah, bersyukurlah kepada Allah apabila kita bisa melaksanakan ibadah-ibadah tersebut, bisa melaksanakan dan melengkapi syarat dan rukun haji, berpuasa Arafah, menyembelih hewan Qurban dan amalan-amalan lainnya.

Namun ingat, janganlah kita belagu, petantang-petenteng dengan amalan tersebut yang menjadikan kita sombong, karena sudah haji, tak mau dipanggil kalau tidak pakai gelar “H” di depan nama kita. Bangga diri karena bisa berqurban sembari mencemooh tetangga, saudara atau teman kita yang tidak berqurban. Ujub karena bisa berpuasa dan menganggap dosa setahun yang lalu dan yang akan datang sudah terhapus sehingga bisa berfoya-foya seenaknya. Tidak!

Bukanlah demikian sikap seorang muslim. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dan hati mereka merasa takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (AlMu’minuun: 60).

Mendengar ayat ini, Aisyah bertanya kepada Rasulullah, ”Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamr (minuman keras) dan mencuri (sampai-sampai mereka merasa takut)”. Rasulullah menjawab, “Bukan, wahai anak perempuan ash-Shiddiq (Abu Bakar). Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat dan sedekah, dan mereka khawatir amalan mereka tidak diterima. Mereka itulah orag-orag yang bersegera dalam kebaikan.” (HR Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani).

Maka hendaklah kita tidak merasa ujub, sombong dan berbangga diri dengan amalan-amalan kita yang menyebabkan kita lalai dari beramal setelahnya.

Semoga Allah memudahkan kita untuk beramal di bulan Dzulhijjah, semoga Allah menerima amalan-amalan kita. Amiin Ya Mujibbassailiin.