Press "Enter" to skip to content


Pandangan Islam Terhadap Bercak Darah di Pakaian


Pandangan Islam Terhadap Bercak Darah di PakaianKaum muslimin dimana pun berada mungkin sebagian dari anda sudah mengetahui bahwa darah itu bukanlah hal yang menajiskan terkecuali darah haid dan nifas. Mengenai darah yang terpercik di pakaian kita banyak pendapat ulama yang bisa kita ambil sebagai dalil ada ulama yang membolehkan shalat dengan pakaian itu dan ada juga ulama yang melarang.

Darah haid dan nifas itu najis sebagai mana hadis dari Abu Hurairah ra, bahwa seorang seorang sahabat wanita yang bernama Khoulah bintu Yasar datang kepada Nabi Saw dan bertanya, “Wahai Rasulullah, saya hanya memiliki satu baju, dan ketika haid, saya mengenakan baju ini.”

Rasulullah Saw menyarankan,“Jika kamu telah suci, cucilah bekas yang terkena darah, kemudian gunakan baju itu untuk shalat.” Khoulah bertanya lagi: “Ya Rasulullah, bagaimana jika bekasnya tidak hilang?” Jawab Nabi Sawn“Cukup kamu cuci dengan air, dan tidak usah pedulikan bekasnya.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi; disahihkan Albani).


Ulama yang membolehkan darah yang terkena pakaian karena mengambil dalil dari firman Allah Swt:

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ …… ١٦

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu……”(QS. At-Taghaabun: 16)

Pada dasarnya setiap muslim wajib mencuci darah yang mengenai pakaiannya atau menggantinya dengan pakaian yang suci jika dia mampu melakukannya. Jika tidak bisa, maka dia melakukan shalat dengan keadaannya itu, dan tidak wajib baginya mengulang shalat.

BACA JUGA:  Hukum Penghianatan Kepada Rasulullah

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Jauhilah segala hal yang aku larang, dan lakukanlah segala hal yang aku perintahkan semampumu.” (Muttafaq ‘alaihi)

Dahulu kaum muslimin di zaman Nabi Saw sering melakukan jihad fi sabilillah, dan terluka oleh sabetan pedang, tusukan panah, dan tombak. Namun mereka tetap sholat dengan memakai pakaian mereka yang berlumuran darah. Ini juga menunjukkan bahwa darah yang keluar tersebut tidaklah membatalkan wudhu’ dan shalat kita.

Jabir bin Abdillah Al-Anshoriy ra berkata,“Kami pernah keluar bersama Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, yakni waktu Perang Dzatur Riqo. Maka ada seorang sahabat yang membunuh istri seorang musyrikin. Kemudian sang suami bersumpah, “Aku tak akan berhenti (melawan) sampai aku menumpahkan darah sebagian sahabat-sahabat Muhammad”. Maka ia pun keluar mengikuti jejak Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- (waktu itu) berhenti pada suatu tempat seraya bersabda, “Siapakah yang mau menjaga kita?. Maka bangkitlah seorang laki-laki dari kalangan Muhajirin, dan seorang dari kalangan Anshor. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Tetaplah kalian di mulut (gerbang) lembah. Tatkala dua orang itu keluar ke mulut lembah, maka berbaringlah laki-laki muhajirin itu, sedang laki-laki Anshor berdiri melaksanakan sholat. Kemudian datanglah orang musyrik tersebut. Tatkala ia melihat sosok tubuhnya sang Anshor, maka si musyrik tahu bahwa sang Anshor adalah penjaga pasukan. Kemudian si musyrik pun membidiknya dengan panah, dan mengenai sasaran dengan tepat. Sang Anshor mencabut anak panah itu sampai ia dibidik dengan 3 anak panah, lalu bersujud. Kemudian temannya (sang Muhajirin) tersadar. Tatkala si musyrik tahu bahwa mereka telah mencium keberadaannya, maka ia pun lari. Ketika sang Muhajirin melihat darah pada tubuh sahabat Anshor, maka ia berkata, “Subhanallah, Kenapa engkau tidak mengingatkan aku awal kali ia memanah?” Sang Anshor menjawab, “Aku sedang berada dalam sebuah surat yang sedang kubaca. Maka aku tak senang jika aku memutuskannya”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (198). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (1/1/606)]

BACA JUGA:  Hukum Membakar Mayat Dalam Syariat Islam

Yang melarang pakaian yang terkena darah ialah bila anda tahu bahwa pakain anda terkena darah dan anda tetap memakainya untuk shalat sedangkan anda tidak tahu lalu anda shalat maka itu di maafkan.

Hukum semua darah yang terkena pada pakaian terbagi atas:

1. tidak kelihatan oleh mata yang normal

a. berasal dari bukan najis berat (babi atau anjing) maka hukumnya dimaafkan (sepakat ulama).

b. berasal dari najis berat hukumnya khilaf, Menurut Imam Ramuli dan Syaikh Khatib juga dimaafkan sedangkan menurut Iman Ibnu Hajar dan Syaikh Zakaria tidak dimaafkan.

BACA JUGA:  Permasalahan Gelar Ali Sahabat Rasulullah

2. kelihatan.

a.berasal dari najis berat tidak dimaafkan (sepakat ulama),

b.bukan berasal dari najis berat maka terbagi 2 lagi,

1.ajinabi, dimaafkan hanya jika sedikit.

2.selain ajinabi. 1. jika keluar dari lubang (hidung dsb) hukumnya khilaf, menurut Imam Ramuli tidak dimaafkan baik sedikit maupun banyak, Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar dmaafkan hanya jika sedikit.

Keluar dari selain lubang. Jika banyak dimaafkan dengan 3 syarat, dan jika sedikit menurut imam ramuli dimaafkan jika tidak bercampur.

Jika mimisan dalam shalat dan darah mimisan itu hanya sedikit terkena kita walaupun keluarnya banyak, hukumnya tidak apa-apa, dan apabila terkena banyak maka wajib memotong shalat walaupun shalat jum’at. Sdgkn jika mimisan terjadi sebelum shalat maka diperinci -kalau waktu shalat masih luas maka kita tunggu dulu hingga mimisan habis. – jika waktu sempit boleh membersihkannya dan shalat langsung, atau nunggu mimisan selesai hingga habis waktu shalat.

Kesimpulannya memang tidak mengapa karena dima’fu, artinya sholatnya dalam pandangan fiqh sah. tapi secara adab kurang baik. Kalau kata sayyiduna Abu Bakr Shiddiq ra AL-ADABU KHOYRUN MINAL AMRI (Adab itu lebih baik dari pada perintah), Maka janganlah remehkan hal-hal yang terkecil, karena kita sedang beribadah kepada Dzat Yang Maha Besar yaitu Alla Swt.