Press "Enter" to skip to content


Thiyarah Meramal Nasib karena Melihat Tanda Buruk


(Thiyarah) Meramal Nasib karena Melihat Tanda BurukMelakukan thiyarah adalah tindakan dimana pelakunya melakukan dosa syirik tiga lebih besar dosanya dari pada Tathayyur, tathayyur adalah melakukan syrik sekali hal ini seperti yang dijelaskan  Rasulullah dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallhu anhu:

“Tathayyur itu syirik, tathayyur itu syirik -tiga kali-, dan tidak ada di antara kita melainkan (pernah terbesit dalam hatinya sesuatu dari tathayyur). Akan tetapi Allah subhanahu wa ta ‘ala menghilangkannya  tawakkal dalam hatinya.”

Thiyarah sering kali dilakukan oleh golongan orang-orang jahiliyah pada masa Rasulullah diantara golongan orang-orang jahiliyah itu ialah:


1). Ath-Thiyarah adalah perilaku kaum Tsamud

Kaum Tsamud adalah orang-orang yang diutus kepada mereka Nabi Shalih ‘alaihis Salaam. Allah menceritakan at-Thiyarah pada ucapan mereka melalui firman-Nya:

قَالُواْ ٱطَّيَّرۡنَا بِكَ وَبِمَن مَّعَكَۚ قَالَ طَٰٓئِرُكُمۡ عِندَ ٱللَّهِۖ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٞ تُفۡتَنُونَ ٤٧

“Mereka menjawab: “Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu dan orang-orang yang besertamu”. Shaleh berkata: “Nasibmu ada pada sisi Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji” (an-Naml : 47)

2). Ath-thiyarah adalah perilaku Fir’aun dan pengikutnya

Fir’aun dan pengikutnya adalah orang-orang yang diutus kepada mereka Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimas Salaam. Allah menyebutkan salah satu kisah mereka dalam firman-Nya:

فَإِذَا جَآءَتۡهُمُ ٱلۡحَسَنَةُ قَالُواْ لَنَا هَٰذِهِۦۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٞ يَطَّيَّرُواْ بِمُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُۥٓۗ أَلَآ إِنَّمَا طَٰٓئِرُهُمۡ عِندَ ٱللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ١٣١

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Al-A’raaf : 131)

BACA JUGA:  Orang Shalat yang Tidak Tuma'ninah

3). Ath-thiyarah adalah perilaku Ashabul Qaryah.

Ashabul Qaryah adalah orang-orang yang ada di sebuah negeri dan hidup di tengah mereka para juru dakwah. Allah menceritakan perihal mereka dalam firman-Nya:

وَٱضۡرِبۡ لَهُم مَّثَلًا أَصۡحَٰبَ ٱلۡقَرۡيَةِ إِذۡ جَآءَهَا ٱلۡمُرۡسَلُونَ ١٣

“Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka”.(Yaasin : 13)

Lalu bagaimana tanggapan Ashabul Qaryah terhadap seruan para juru dakwah tadi? Allah pun mengisahkan tanggapan mereka dalam firman-Nya (artinya):

4). Ath-Thirayah adalah perilaku orang-orang musyrik jahiliah.

Allah mengatakan hal ini dalam salah satu firman-Nya:

أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِي بُرُوجٖ مُّشَيَّدَةٖۗ وَإِن تُصِبۡهُمۡ حَسَنَةٞ يَقُولُواْ هَٰذِهِۦ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٞ يَقُولُواْ هَٰذِهِۦ مِنۡ عِندِكَۚ قُلۡ كُلّٞ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ فَمَالِ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلۡقَوۡمِ لَا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ حَدِيثٗا ٧٨

“Dan apabila keberuntungan menyertai mereka (orang-orang musyrik jahiliah-pen) maka mereka berkata: “Keberuntungan ini datangnya dari Allah”. Namun apabila kesialan menimpa mereka maka mereka berkata: “Kesialan ini muncul akibat (seruan) mu”. Katakanlah : “Keberuntungan dan kesialan itu telah ditetapkan Allah” (An-Nisaa’ : 78)

Itulah beberapa golongan orang-orang yang melakukan thiyarah pada masa Rasulullah sekali lagi tegaskan bahwa Perbuatan atau anggapan sial seperti itu termasuk kesyirikan dan sebenarnya tidak ada pengaruhnya dalam menarik kemanfaatan atau menolak kemudaratan, karena tidak ada yang memberi, yang menolak, yang memberi manfaat dan memberi mudarat kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

BACA JUGA:  Haram Beramah Tamah Kepada Orang Munafik dan Fasik

وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرّٖ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يُرِدۡكَ بِخَيۡرٖ فَلَا رَآدَّ لِفَضۡلِهِۦۚ يُصِيبُ بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ ١٠٧

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Yunus: 107)

Dahulu diantara tradisi orang Arab adalah jika salah seorang mereka hendak melakukan suatu pekerjaan, bepergian misalnya maka mereka meramal peruntungannya dengan burung. Salah seorang dari mereka memegang burung lalu melepaskannya. Jika burung itu terbang kearah kanan maka ia optimis sehingga melangsungkan pekerjaannya, sebaliknya, jika burung itu terbang ke arah kiri maka ia merasa bernasib sial dan mengurungkan pekerjaan yang diinginkannya.

Oleh Nabi Shallallahu’alaihi wasallam hukum perbuatan tersebut diterangkan dalam sabdanya :

“Thiyarah adalah syirik”

Termasuk dalam kepercayaan yang diharamkan, yang juga menghilangkan kesempurnaan tauhid adalah merasa bernasib sial dengan bulan–bulan tertentu. Seperti tidak mau melakukan pernikahan pada bulan shafar. Juga kepercayaan bahwa hari rabu yang jatuh pada akhir setiap bulan membawa kerugian terus menerus. Termasuk juga merasa sial dengan angka 13, nama-nama tertentu atau orang cacat. Misalnya, jika ia pergi membuka tokonya lalu di jalan melihat orang buta sebelah matanya, serta merta ia merasa bernasib sial  sehingga mengurungkan niat membuka toko. Juga berbagai kepercayaan yang semisalnya.

BACA JUGA:  Ketika Sifat Riya Bersatu dengan Ibadah

Semua hal di atas hukumnya haram dan termasuk syirik. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berlepas diri dari mereka. Sebagaiman disebutkan dalam hadits riwayat Imran bin Hushain :

“Tidak termasuk golongan kami  orang yang melakukan atau meminta tathayyur, meramal atau meminta diramalkan (dan saya kira juga bersabda) dan yang menyihir atau yang meminta disihirkan. (HR At Thabrani )

Orang yang terjerumus melakukan hal-hal diatas hendaknya membayar kaffarat (denda) sebagaimana yang dituntunkan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam :

“barangsiapa yang (kepercayaan) thiyarahnya  mengurungkan hajat (yang hendak dilakukannya) maka ia telah berlaku syirik, mereka bertanya :  Wahai Rasulullah , apa kaffarat (tebusan)  dari padanya? Beliau bersabda : Hendaklah salah seseorang dari mereka mengatakan : “ ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau dan tidak ada  sembahan yang hak selain Engkau. (HR Imam Ahmad)

Merasa pesimis atau bernasib sial termasuk salah satu tabiat jiwa manusia. Suatu saat, perasaan itu menekan begitu kuat dan pada saat yang lain melemah. Penawarnya yang paling ampuh adalah tawakkal kepada Allah.

Ibnu Masud Radhiallahu’anhu berkata :

“Dan tiada seorangpun di antara kita kecuali telah terjadi dalam jiwanya sesuatu dari hal ini, hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya. (HR Abu Dawud)