Press "Enter" to skip to content


Benar Tidaknya Banyak Kematian di Bulan Sya’ban


Benar Tidaknya Banyak Kematian di Bulan Sya’banBanyak presepsi yag mengatakan bila telah masuk bulan sya’ban maka sebaiknya kita berhati-hati karena kematian pada bulan ini lebih banyak dari bulan-bulan biasanya. Menurut kami bahwa apabila ada diantara kita yang beranggapan demikian, bisa dikatakan bahwa iman mereka masih lemah karena mereka masih takut bila ajal mereka di cabut oleh sang kuasa.

Lalu apa yang dilakukan oleh nabi kita Muhammad pada bulan sya’ban? Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Sayyidatina Aisyah r.a. berkata: “Aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyempurnakan shaum selama satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat beliau memperbanyak shaum dalam satu bulan kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Yang terdapat dalam atsar adalah bahwa nama-nama yang ditentukan kematiannya dalam setahun, semuanya diwahyukan kepada malaikat maut pada bulan Sya’ban. Nama-nama mereka diberitahu dalam lembaran (catatan) dari sisi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Atau (yang dimaksud adalah bahwa) takdir tahunan untuk usia manusia ditulis pada bulan Sya’ban. Maka kematian ditetapkan pada bulan ini sesuai dengan apa yang ada dalam atsar (riwayat) ini. Akan tetapi riwayat dan hadits-hadits ini semuanya lemah, tidak layak dijadikan pedoman dan rujukan.


Al-Qadhi Abu Bakar ibnu Al-Araby rahimahullah berkata: ”Terkait dengan masalah Nisfhu Sya’ban (pertengahan Sya’ban) tidak ada hadits yang dijadikan rujukan. Tidak dalam  halkeutamaan, tidak juga  dalam hal menulis ajal di dalamnya, maka tidak perlu diperhatikan.” (Ahkamul Qur’an)

BACA JUGA:  Ayat tentang Kewajiban Berjilbab Bagi Wanita

Beliau, rahimahullah, berkata: ”Diriwayatkan dari Ibnu Jarir, Ibnu Munzir, Abu Hatim dari jalur periwayatan Muhammad bin Sauqah dari Ikrimah (terkai dengan penafsiran) ayat:

 فِيهَا يُفۡرَقُ كُلُّ أَمۡرٍ حَكِيمٍ ٤

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad-Dukhan: 4)

Mereka berkata: (Yang dimaksud adalah) malam pertengahan Sya’ban, (pada malam itu) ditetapkan urusan selama setahun, dicatat yang hidup dan yang mati, juga dicatat yang (menunaikan) haji. Tidak ditambah dan tidak dikurangi seorang pun di antara mereka. Pendapat ini bertentangan dengan pendapat yang benar dari mayoritas ulama salaf yang menafsiri ayat tersebut, bahwa yang dimaksud adalah Lailatul Qadar.

Ibnu Zanzawaih dan Ad-Dailami meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda :

“Ajal (umur) diputuskan dari Sya’bah ke Sya’ban. Hingga seseorang (dikala) menikah dan mempunyai anak maka namanya sudah keluar (dalam catatan) orang yang mati.” (Hadits ini dilemahkan oleh Syaukany dalam Fathul Qadir.

Diriwayatkan dari Abu Syaibah dari Atha’ bin Yasar, dia berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa lebih banyak dibandingkan di bulan Sya’ban. Hal itu karena di dalamnya  ditulis ajal orang yang ditulis dalam setahun.

(Hadits) ini mursal (tidak disebutkan nama shahabatnya) dan lemah.

Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari Aisyah radhiallahu anha sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa  sallam sering berpuasa pada bulan Sya’ban. Maka saya bertanya kepadanya? (beliau) menjawab, “Sesungguhnya pada bulan itu, Allah telah menetapkan jiwa yang mati pada tahun itu, dan aku ingin ketika ajal menjemput, aku dalam kondisi berpuasa.” (HR. Abu Ya’la dalam Al-Musnad, Dalam sanadnya terdapat Suwaid bin Said Al-hadatsany, Muslim bin Khalid Az-Zinjy dan Turaif, mereka itu semuanya dilemahkan sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab tarojim (biografi para perawi hadits).

BACA JUGA:  Mengharapkan Imbalan dari Bacaan Al-Qur'an

Ad-Dainury meriwayatkan dalam kitab Al-Mujalasah dari Rasyid bin Sa’ad sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Pada malam pertengahan Sya’ban, Allah memberikan wahyu kepada malaikat maut untuk mencabut setiap jiwa yang ingin dicabutnya pada tahun itu.” (Al-Mujalasah wa Jawahirul Ilmi. Haditsnya mursal. Al-Albany melemahkannya dalam kitab Dhaif Al-Ibnu Jarir dan Baihaqi meriwayatkan dalam ‘Syuabul Iman’ dari Az-Zuhri dari utsman bin  Muhammad bin Mughirah bin Al-Akhnas, dia berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ajal (umur) diputuskan dari Sya’bah ke Sya’ban. Hingga sampai seseorang (dikala) menikah dan mempunyai anak maka namanya sudah keluar (tercatat dalam catatan) orang yang mati.” (Al-Albany berkomentar  dalam kitab As-Silsilah Ad-Dhaifah, “haditsnya munkar.”)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dari Atha bin Yasar, dia berkata, pada malam pertengahan Sya’ban diberikan kepada malaikat maut catatan, lalu dikatakan (kepadanya), cabutlah (nyawa) orang yang ada di catatan ini. Sesungguhnya seorang hamba menghamparkan tikar, menikahi wanita dan membangun bangunan, namun namanya sudah tercantum di antara orang yang mati.

BACA JUGA:  Ayat Pentingnya Tajwid dalam Bacaan Shalat

Ini sekedar ucapan Atha, dan tidak menyebutkan sanadnya (silsilah para perawi).

Diriwayatkan oleh Al-Khatib dan Ibnu Najjar dari Aisyah radhiallahu anha, dia berkata, “Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam sering berpuasa pada bulan Sya’ban bahkan beliau melanjutkannya hingga  di bulan Ramadhan. Beliau tidak pernah melakukan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Sya’ban. Aku bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah Sya’ban apakah bulan Sya’ban merupkan bulan yang paling  engkau  cintai untuk berpuasa? Beliau menjawab: “Ya, wahai Aisyah! Sesungguhnya tidaklah jiwa akan meninggal dunia dalam setahun kecuali telah ditulis di bulan Sya’ban. Maka aku senang  ajalku dicatat dalam kondisi beribadah kepada Tuhanku dan beramal saleh.”

Dalam redaksi Ibnu Najjar (Rasulullah bersabda), “Wahai Aisyah! Sesungguhnya (di bulan itu) malaikat maut mencatat siapa yang akan dicabut (nyawanya). Dan aku senang namaku dicatat dalam kondisi berpuasa.” (HR. Al-Khatib dalam kitab Tarikh Bagdad)

Dalam sanad riwayat ini ada Abu Bilal Al-Asy’ary yang dilemahkan oleh Daruqutni sebagaimana   terdapat dalam kitab Mizanul I’tidal. Di dalamnya juga ada Ahmad bin Muhammad bin Humaid Al-Magdhub, Abu Ja’far Al-Muqri’. Ad-Daruquthni berkomentari (tentangnya), “Dia tidak kuat (hafalannya), sehingga (derajat) haditsnya lemah sekali.

Kesimpulannya, tidak ada hadits shahih (yang mengatakan) bahwa  pada bulan Sya’ban banyak terjadi kematian.