Press "Enter" to skip to content


Ilmu Kalam Menurut Pandangan Ahlul Sunnah Wal Jama’ah


Ilmu Kalam Menurut Pandangan Ahlul Sunnah Wal Jama’ahImam Abu Hanifah rahimahullah berkata: “Aku telah menjumpai para ahli Ilmu Kalam. Hati mereka keras, jiwanya kasar, tidak peduli jika mereka bertentangan dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Mereka tidak memiliki sifat wara’ dan tidak juga taqwa.”

Imam Abu Hanifah rahimahullah juga berkata ketika ditanya tentang pembahasan dalam ilmu kalam dari sosok dan bentuk, ia berkata: “Hendaklah engkau berpegang kepada As-Sunnah dan jalan yang telah di tempuh oleh Salafus Shalih. Jauhi olehmu setiap hal baru, karena ia adalah bid’ah.”

Al-Qadhi Abu Yusuf rahimahullah, murid dari Abu Hanifah rahimahullah, berkata kepada Bisyr bin Ghiyats al-Marisi: “Ilmu kalam adalah suatu kebodohan dan bodoh tentang ilmu kalam adalah suatu ilmu. Seseorang, manakala menjadi pemuka agama atau tokoh ilmu kalam, maka ia adalah zindiq atau dicurigai sebagai zindiq (orang yang menampakkan permusuhan terhadap Islam).” Dan juga perkataan beliau: “Barang siapa yang belajar ilmu kalam, ia akan menjadi zindiq…”


BACA JUGA:  Penjelasan Kelima Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam Menggunakan Dalil

Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Pemilik ilmu kalam tidak akan beruntung selamanya. Para ulama kalam itu adalah orang-orang zindiq (orang yang menampakkan permusuhan terhadap Islam).”

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Para ulama dan fuqaha (ahli fiqih) ummat ini dahulu mendiamkan (mengabaikan) ilmu kalam bukan karena mereka tidak mampu, tetapi karena mereka menganggap ilmu kalam itu tidak mampu menyembuhkan seorang yang haus, bahkan dapat menjadikan seorang yang sehat menjadi sakit. Oleh karena itu, mereka tidak member perhatian kepadanya dan melarang untuk terlibat di dalamnya.”

BACA JUGA:  Kaidah Kedua Dalam Pengambilan Dalil

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata: “Para ahli fiqih dan ahli hadits yang berada di seluruh kota kaum Muslimin telah sepakat bahwa ahli ilmu kalam adalah ahli bid’ah dan penyeleweng dari kebenaran. Sebagaimana kesepakatan mereka bahwa ahli kalam tidak dianggap tergabung dalam tingkatan para ulama.Yang dikategorikan ulama adalah ahli hadits dan orang-orang yang memahaminya dan mereka bertingkat-tingkat sesuai dengan keahlian masing-masing dalam mencermati, memisahkan (yang shahih dari yang dha’if) dan memahami hadits.”

Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata: “Seandainya ilmu kalam adalah ilmu, niscaya para Sahabat dan Tabi’in akan membicarakannya sebagaimana pembicaraan mereka terhadap ilmu-ilmu syari’at, akan tetapi ilmu kalam adalah sebuah kebathilan yang menunjukkan kepadake-bathilan.”

BACA JUGA:  Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam Mengambil Dalil

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Barang siapa yang memiliki ilmu kalam, ia tidak akan beruntung.” Beliau juga mengucapkan: “Hukum untuk Ahli Kalam menurut beliau adalah mereka harus dicambuk dengan pelepah kurma dan sandal (sepatu) dan dinaikkan keunta, lalu diiring keliling kampung. Dan dikatakan: ‘Inilah balasan orang yang meninggalkan Al-Kitab dan As-Sunnah serta mengambililmu Kalam.”

Beliau rahimahullah juga menyatakan: “Segala ilmu selain Al-Qur-an hanyalah menyibukkan, terkecuali ilmu hadits dan fiqh untuk mendalami agama. Ilmuadalah yang tercantum di dalamnya: “Qoola Haddat sana (telah menyampaikan hadits kepada kami). ”Selainnya itu adalah ‘bisikan syaithan’ belaka.