Press "Enter" to skip to content


Mengungkap Identitas Dajjal


Mengungkap Identitas DajjalKetika kita berbicara tentang Dajjal, maka tiada sedikit pun kebaikan yang layak diletakan pada kepribadiannya dan tiada sedikit pun keindahan yang pantas diselamatkan pada perilakunya. Ia layaknya bangkai binatang kotor yang meski diletakan ditempat yang dipenuhi keharuman atau disembunyikan didalam lemari besi yang tidak ada sedkitpun celah, maka aroma busuknya akan tetap tercium juga. Dajjal ialah seuah nama yang menyimpan beribu misteri. Bukan hanya segala aspek terjaganya yang diselumuti kemisteriusan, begitu juga kebenaran jati dirinya yang ditutupi ketidakjelasan.

Banyak ilmuwan, baik timur maupu barat yang berusaha mengungkap kebenaran berita tentang makhluk ini dalam berbagai buku dan artikel yang mereka hasilkan. Sedangkan dikalangan umat islam sendiri telah berkembang beberapa versi tentangnya yang diantaranya menyebutkan bahwa Dajjal merupakan seorang bangsa manusia yang lahir dari keturunan bangsa Yahudi Madinah dan dilahirkan pada masa kenabian Muhammad Saw. Pada masa kecilnya, ia bernama Ibnu Shayyad sebagaimana riwayat Abu Dawud. Dalam kitab Firru Ilallah disebutkan bahwa Dajjal bertubuh besar, kepalanya berjambul, rambutnya bagaikan ijuk. Matanya buta sebelah, ada alamat afir pada keningnya dan dibawahnya tertulis yang artinya:

“Beruntunglah dan bahagialah orang yang menentang Dajjal dan celakalah orang yang tunduk kepalanya”


Lain halnya dengan pendapat imam Thabrani yang meriwayatkan bahwa Dajjal sesungguhnya bukanlah manusia, melainkan makhluk dari bangsa jin atau setan yang diikat dengan tujuh puluh ikatan dan hidup disekitar Jazirah Yaman. Ia juga dapat menampakan wujudnya  dalam berbagai rupa dan bentuk layaknya manusia. Ada juga ulama yang menyatakan bahwa Dajjal bukanlah manusia atau makhluk dari bangsa apa pun. sesungguhnya ia hanyalah sebuah cerita mistis yang sengaja disebarkan sebagai sebuah peringatan.

BACA JUGA:  Hari Kiamat Ditandai Dengan Munculnya Dajjal

Perbedaan pendapat demikian mungkin saja terjadi karena para pemikir itu mengambil sudut pandang yang berlainan ketika seorang alim ingin menjelaskan pengertian tentang suatu objek dari suatu sudut pandang, sedangkan seorang alim yang lain berusaha memahaminya dari sudut pandang lain, maka keduanya dimungkinkan akan menghassilakan pengertian yang berbeda mengenai objek tersebut. Latar belakang pendidikan atau agama seorang ahli tersebut juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karya yang dihasilkan. Seorang alim yang berlatar belakang pendidikan agama akan memberikan penjelasan yang berbeda dengan seorang ahli yang berlatar belakang pendidikan selainnya. Begitu juga seorang ahli yang beragama islam akan memberikan pengertian yang tidak sama dengan seorang ahli yang beragama Nasrani, Yahudi atau alainnya. Meski terjadi perbedaan pendapat namun ada satu hal yang disetujui oleh kesemuanya. Dengan kata lain, semua pendapat titik poin yang sama, yakni mengakui akan eksistensi kenyataan adanya Dajjal.

BACA JUGA:  Pertumbuhan dan Perkembangan Dajjal

Dengan tanpa maksud untuk membenarkan salah satu pendapat, karena sesugguhnya kebenaran pada hakekatnya hanya Allah Swt yang tahu pastinya, saya lebih memilih pendapat seseorang ahli bernama Muhammad Isa Dawud yang disebut dalam bukunya berjudul Al-Khuyuth al-Khafiyah baina al-Masikh al-Dajjal wa Asraru  Mutsallats Barmuda wa al-Athbaq-Tha’irah yang didasarkan pada beberapa manuskrip atau catatan kuno yang ditemukan terkubur didalam tanah kota Irbid di kerajaan Yordania dan berasal dari kebudayaan masa silam. Manuskrip-manuskrip kuno itu kemungkinan merupakan salinan dari ajaran para nabi terdahulu yang berbicara panjang lebar perihal sosok manusia yang kelak menjadi ancaman terbesar dalam sejarah ummat manusia.

Manuskrip itu bercerita, Dajjal adalah seorang manusia yang dilahirkan disebuah negeri bernama Samirah, sebuah negeri kecil  di Palestina. Pada perjalanan kedepannya, Samirah menjadi sebuah negara besar pada masa Nabi Dawud dan sesudahnya. Bahkan menjadi ibu kota Bani Israil warisann Nabi Sulaiman. Keluarga Dajjal merupakan keluarga penyembah berhala. Sering kali mereka menyembelih hewan sebagai penyembahan kepada berhala itu. Dalam Musnad-nya, imam Ahmad meriwayatkan dari Rasulullah Saw perihal keluarga Dajjal bahwa beliau bersabda, “Ayahnya tinggi, gemuk dan memiliki hidung seperti paruh burung. Sedangkan ibunya mempunyai tubuh yang gemuk, kedua tangan dan teteknya besar.”

BACA JUGA:  Dewasanya Dajjal dalam Naungan Jibril

Kedua orang tua Dajjal sudah menikah lebih dari tiga puluh tahun, namun mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Cara apapun telah dilakukan, dan jalan manapun telah ditempuh oleh mereka untuk dapat mewujudkan impian memiliki seorang anak termasuk menyembah dan meminta pertolongan kepada para berhala agar mereka dikaruniai seorang anak  lelaki sebagai penerus kehormatan keluarga, karena saat itu seorang wanita memiliki kedudukan sebagai kelas kedua dan dianggap tidak bisa menjadi kebanggaan keluarga. Mereka tidak mendengar bahwa Allah Swt berfiran melalui lisan Ibrahim:

يَٰٓأَبَتِ لَا تَعۡبُدِ ٱلشَّيۡطَٰنَۖ إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ كَانَ لِلرَّحۡمَٰنِ عَصِيّٗا ٤٤

“…. janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.” (QS. Maryam: 44)

Ketika itulah, setan masuk dalam diri berhala lalu menampakan wujudnya dan melakukan tipu dayanya. Setan dalam bentuk berhala berkata bahwa mereka akan dikaruniai seorang putra. Mendengar itu, orang tua Dajjal  girang dan bahagia karena apa yang diimpikan selama bertahun-tahun akan segera terkabul. Terlebih seorang anak lelaki yang akan hadir memberikan kebahagiaan yang tiada tara bagi keduanya. Sungguh keduanya tidak menyangka bahwa bayi yang kelak dilahirkan akan membuat mereka menemui kematian dan juga menghancurkan negeri yang mereka diami, Samirah.