Luwu Utara Dorong Kakao Berkelanjutan, Perkuat Kesiapan Petani Hadapi Pasar Global

Tim Redaksi
Dialog Yurisdiksi Komoditas Kakao yang digelar di Aula La Galigo, Masamba.
Dialog Yurisdiksi Komoditas Kakao yang digelar di Aula La Galigo, Masamba, Selasa (3/6).

MASAMBA – Komitmen Kabupaten Luwu Utara untuk menjadikan kakao sebagai komoditas unggulan yang berdaya saing global kembali ditegaskan melalui Dialog Yurisdiksi Komoditas Kakao yang digelar di Aula La Galigo, Masamba, Selasa (3/6/2025).

Dialog ini merupakan bagian dari upaya memperkuat ketertelusuran dan inklusi petani dalam rantai pasok kakao berkelanjutan. Pemerintah Kabupaten Luwu Utara menggandeng sejumlah mitra strategis, antara lain Cacao Sustainability Partnership (CSP), Tropical Forests Alliance (TFA), Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro), dan Solidaridad (SOL).

Ketua Dewan Pengawas CSP, Peni Agustianto, menyebut forum ini sebagai langkah strategis membangun kolaborasi lintas sektor demi masa depan kakao Indonesia.

“Dialog ini adalah bagian dari rangkaian diskusi di daerah penghasil komoditas unggulan, agar prinsip keberlanjutan bisa benar-benar diterapkan dari hulu ke hilir,” ujarnya.

Data tahun 2024 mencatat, luas lahan tanaman kakao produktif di Luwu Utara mencapai 25.686 hektar, sementara 8.282 hektar lainnya masih belum menghasilkan. Artinya, potensi pengembangan kakao masih sangat terbuka, namun membutuhkan strategi yang menyentuh langsung petani di lapangan.

Pj. Sekretaris Daerah Luwu Utara, Jumal Jayair Lussa, menekankan pentingnya kolaborasi multi-pihak untuk menjawab tantangan regulasi pasar dunia yang semakin ketat.

“Kakao adalah sumber penghidupan utama bagi ribuan keluarga petani di Luwu Utara. Mereka harus disiapkan agar mampu bersaing, terutama dalam menjawab regulasi ketertelusuran dan keberlanjutan dari pasar Eropa dan internasional lainnya,” ujarnya.

Hal senada disampaikan perwakilan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Eloise O’Carroll, yang menyoroti kecilnya penetrasi kakao Indonesia di pasar dunia.

“Saat ini, hanya sekitar 5% kakao Indonesia yang masuk pasar global. Padahal peluangnya besar. Diperlukan dukungan untuk edukasi dan peningkatan kualitas agar petani bisa naik kelas,” katanya.

Sementara itu, Bupati Luwu Utara, Andi Abdullah Rahim, yang memberikan sambutan secara daring menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam.

“Kami terus berupaya menyelesaikan tantangan di sektor pertanian, termasuk infrastruktur yang menjadi hambatan utama. Dialog ini menjadi tonggak penting memperkuat ekosistem kakao yang inklusif dan berdaya saing tinggi,” tegasnya.

Ke depan, dialog seperti ini diharapkan tak hanya berhenti pada diskusi, tapi berlanjut pada program nyata yang menyentuh kebutuhan petani, memperkuat organisasi petani, membuka akses pasar, dan menghadirkan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan. (*)

Kabar Terkait